BENARKAH WATU TUMPENG SEBUAH MENHIR?
Mengkaji Ulang Asumsi Ravie Ananda Tentang Situs Megalitikum
Di Dusun Tungku, Sadang Wetan, Kebumen
Dalam artikelnya berjudul, “Situs Megalitikum Menhir Watu Tumpeng, Tanggul Asih, Dusun Tungku, Desa Sadang Wetan, Sadang – Kebumen “, Ravie Ananda menuliskan, “Situs
Megalitikum Watu Tumpeng Tanggul Asih ini termasuk dalam kategori
kebudayaan Menhir. Situs ini berada di Dusun Tungku, Desa Sadang Wetan,
Kecamatan Sadang, Kabupaten Kebumen, lebih – kurang 500 meter dari
Wisata Embung (Telaga buatan) Cangkring yang berlokasi di Desa
Cangkring, Kecamatan Sadang, Kabupaten Kebumen. Menhir ini memiliki
bentuk layaknya Tumpeng (Ambeng) sebagai inti dari situs, dikelilingi
oleh batu – batu yang berukuran lebih kecil dalam lingkaran
terasering/berundak sehingga mirip sebuah tumpeng yang dikelilingi oleh
kelengkapan lain seperti lauk pauk dan sebagainya”[1].
Saya
tertarik untuk membuktikan kebenaran pernyataan di atas. Apalagi dalam
penjelasan selanjutnya Ravie mengatakan adanya “batu lempeng bertuliskan
huruf kuno” sbb: “Bagian inti dari situs ini yakni Batu Tumpeng
dikelilingi oleh rumpun bambu. Sebelumnya terdapat pula tugu megalitikum
yang terbuat dari batu yang berukuran lebih kecil dari Batu Tumpeng,
sayangnya tugu tersebut kini telah hilang dan digantikan dengan tugu
buatan dari semen bertuliskan 0281. Selain tugu batu, terdapat pula batu
lempeng bertuliskan huruf kuno, tetapi ketika penulis dan tim
“Kebumen2013” melakukan penelusuran pada 14 Agustus 2012 batu tersebut
telah roboh terbalik sehingga tulisan tersebut tertimbun tanah. Robohnya
batu ini disebabkan oleh kegiatan penambangan Kaolin murni/lempung
putih, lempung ini dibawa ke jakarta (kegunaan kaolin untuk bahan dasar
membuat keramik dan bisa juga sebagai bahan pembuat obat diare) dilokasi
situs beberapa waktu yang lalu”[2].
Ada dua hal yang hendak saya buktikan. Pertama,
benarkah “Watu Tumpeng” (penamaan keberadaan batu oleh warga dan bukan
oleh lembaga resmi pemerintah atau arkeologi) dikategorikan sebuah
Menhir. Kedua, benarkah ada lempeng batu bertuliskan huruf kuno.
Berbicara
mengenai Menhir maka kita harus menghubungkan dengan periodisasi sejarah
manusia khususnya di Indonesia. Sebelum adanya catatan-catatan
tertulis, zaman tersebut disebut dengan zaman Pra Sejarah dan zaman
dimana kebudayaan tertulis telah berkembang disebut zaman Sejarah.
Zaman Pra
Sejarah di Indonesia dibagi menjadi dua yaitu zaman Batu dan zaman
Logam. Kita akan fokuskan pada karakteristik dan pembagian pada Zaman
Batu.
Zaman Batu Tua (Palaeolitikum)
disebut demikian sebab alat-alat batu buatan manusia masih dikerjakan
secara kasar, tidak diasah atau dipolis. Apabila dilihat dari sudut mata
pencariannya, periode ini disebut masa food gathering (mengumpulkan
makanan), manusianya masih hidup secara nomaden (berpindah-pindah) dan
belum tahu bercocok tanam.
Zaman Batu Tengah (Mesolitikum). Ciri zaman Mesolithikum:
- Nomaden dan masih melakukan food gathering (mengumpulkan makanan)
- Alat-alat yang dihasilkan nyaris sama dengan zaman palaeolithikum yakni masih merupakan alat-alat batu kasar.
- Ditemukannya bukit-bukit kerang di pinggir pantai yang disebut Kjoken Mondinger (sampah dapur)
- Alat-alat zaman mesolithikum antara lain: Kapak genggam (Pebble), Kapak pendek (hache Courte) Pipisan (batu-batu penggiling) dan kapak-kapak dari batu kali yang dibelah.
- Alat-alat diatas banyak ditemukan di daerah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Flores.
- Alat-alat kebudayaan Mesolithikum yang ditemukan di gua Lawa Sampung, Jawa Timur yang disebut Abris Sous Roche antara lain: Flakes (Alat serpih),ujung mata panah, pipisan, kapak persegi dan alat-alat dari tulang.
Zaman Batu Muda (Neolitikum).
Ciri utama pada zaman batu Muda (neolithikum) adalah alat-alat batu
buatan manusia sudah diasah atau dipolis sehingga halus dan indah
Zaman Batu Besar (Megalitikum). Hasil kebudayaan Megalithikum, antara lain:
- Menhir: tugu batu yang dibangun untuk pemujaan terhadap arwah-arwah nenek moyang.
- Dolmen: meja batu tempat meletakkan sesaji untuk upacara pemujaan roh nenek moyang
- Sarchopagus/keranda atau peti mati (berbentuk lesung bertutup)
- Punden berundak: tempat pemujaan bertingkat
- Kubur batu: peti mati yang terbuat dari batu besar yang dapat dibuka-tutup
- Arca/patung batu: simbol untuk mengungkapkan kepercayaan mereka[3]
Lahirnya
zaman Megalithikum dilatar belakangi oleh : Pemahaman tentang kehidupan
sesudah mati dan pemujaan roh, Angapan benda-bdenda atau peralatan
diyakini sebagai bekal sesorang setelah mati, sehingga dikubur bersama
jenazah dalam kubur batu, serta Upacara kematian yang kompleks dan
hubungan antara manusia di dunia dengan leluhur yang sudah mati[4].
Beberapa contoh Menhir sbb:
3.bp.blogspot.com
3.bp.blogspot.com
utaha.blog.stisitelkom.ac.id
menhirinwanins.blogspot.com
menhir-sardinia.zenosphere.files.wordpress.com
Nou22femme.files.wordpress.com
Beberapa
wilayah di Indonesia sangat kaya akan penemuan dan keberadaan batu
Menhir. Purbalingga tercatat menyimpan keberadaan batu Menhir. Berikut
petikan beritanya, “Peninggalan benda megalitikum atau zaman batu
besar banyak ditemukan di lereng Gunung Slamet, terutama di Purbalingga,
Jawa Tengah. Salah satunya yakni batu berbentuk mirip pocong yang
banyak ditemukan di Desa Tunjungmuli, Kecamatan Karangmoncol. “Batu ini
peninggalan zaman megalitikum. Dugaan kami dulu masyarakat prasejarah
menggunakannya untuk upacara adat,” ujar arkeolog pada Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Purbalingga, Adi Purwanto, Rabu, 22 Juni 2011.
Adi
mengatakan, selain batu berbentuk pocong, peninggalan prasejarah lainnya
berupa punden berundak, arca megalitik, menhir, dolmen, batu lumping,
batu dakon, batu altar, batu kubur, dan batu yang berbentuk phallus.
Benda-benda tersebut tercecer di beberapa tempat di lereng Gunung Slamet
bagian timur laut. Batu pocong, kata dia, berbentuk lonjong menyerupai
menhir, dengan alur melingkar pada sisinya, sehingga mirip pocong. Di
Desa Tanjungmuli, ada dua batu pocong yang ditemukan beberapa waktu
lalu”[5].
Masih di wilayah Purbalingga, ditemukan kembali tujuh buah Menhir sebagaimana dilaporkan, “Temuan
ketujuh batu tempat pemujaan ini berada dalam radius dua kilometer dari
temuan dua buah menhir pada akhir bulan lalu. Lokasi penemuan kali ini
berada di Dukuh Arca, Desa Tunjungmulih, Kecamatan Karangmoncol.
Arkeolog
dari Disbudparpora Adi Purwanto SSi MSi mengungkapkan, temuan tujuh
buah menhir ini sangat luar biasa. Karena dalam sejarah, baru pertama
kali temuan spektakuler tentang tanda-tanda jaman pra-sejarah. ''Posisi
temuan Menhir kali ini sangat berserakan. Letaknya juga tidak
beraturan, berbeda pada temuan dua buah Menhir sebelumnya yang
menunjukkan arah Utara-Selatan. Di atas temuan batu yang berserakan,
terdapat punden berundak yang tertata rapi,'' kata Adi Purwanto”[6]
Ada lagi penemuan Menhir di Dukuh Pamujan desa Dagan Kec. Bobotsari, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah[7]
Menhir lainnya berada di kawasan Mahat, Minangkabau sbb:[8]
Dan
keberadaan Menhir secara masif ditemukan di situs yang akhir-akhir ini
sedang dalam pengkajian intensif para arkeolog yaitu Situs Gunung
Padang. Situs Gunung padang merupakan situs prasejarah peninggalan
kebudayaan Megalitikum di Jawa Barat. Tepatnya berada di perbatasan
Dusun Gunungpadang dan Panggulan, Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka,
Kabupaten Cianjur.Lokasi dapat dicapai 20 kilometer dari persimpangan
kota kecamatan WarungKondang, dijalan antara Kota Kabupaten Cianjur dan
Sukabumi. Luas kompleks "bangunan" kurang lebih 900 m², terletak pada
ketinggian 885 m dpl, dan areal situs ini sekitar 3 ha, menjadikannya
sebagai kompleks punden berundak terbesar di Asia Tenggara[9].
Berikut petikan laporan mengenai keberadaan Menhir di Situs Gunung Padang, “Tim
terpadu penelitian situs Gunung Padang di Desa Karyamukti, Kecamatan
Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, menemukan beberapa batu tegak
atau menhir. Diduga kuat, batu tegak itu merupakan petunjuk pintu masuk
ke susunan bangunan situs Megalitikum Gunung Padang. Koordinator Tim
Arkeologi Gunung Padang Ali Akbar mengatakan ditemukannya beberapa batu
tegak di beberapa titik dengan jarak berbeda itu menjadi indikasi adanya
pintu masuk ke Gunung Padang. Batu tegak pertama ditemukan di tebing
dengan kedalaman sekitar 40 meter, sejajar dengan teras ketiga. Batu
yang di sekelilingnya masih ditutupi belukar itu diduga kuat merupakan
pintu masuk menuju rongga di bagian perut situs.”[10]
Berikut beberapa contoh Menhir Situs Gunung Padang
Dari
beberapa contoh Menhir dan beberapa bentuk Menhir di beberapa wilayah
tersebut nampaklah beberapa karakter Menhir yaitu, batu yang berbentuk
tegak lurus, hasil buatan manusia, dipergunakan untuk keperluan
pemujaan.
Jika
membandingkan dengan keberadaan Watu Tumpeng yang berada di desa Tungku,
Sadang Wetan, tidak nampak sejumlah ciri-ciri Menhir melainkan
setumpukkan batu-batu besar yang menggunduk dimana letak yang satu lebih
tinggi dari yang lain. Tidak ditemukan adanya sentuhan tangan manusia
untuk memperuncing atau memperhalus Watu Tumpeng sebagaimana ciri-ciri
Menhir.
Menurut
saya, tumpukan batu-batu sejenis Watu Tumpeng dapat dengan mudah ditemui
di beberapa lokasi di sekitar Karang Sambung dan Sadang seperti Watu
Kelir, Batu Rijang, Watu Randa dll. Keberadaan batu-batuan tersebut
merupakan bagian fenomena alam murni dan bukan bentukan manusia.
Bukit-bukit bebatuan yang membentang di wilayah Sadang yang sudah
ditumbuhi pohonan pinus atau batu-batu yang dapat dijumpai di tepi jalan
dengan ukuran besar adalah proses tumbukan lempeng benua dan lempeng
samudra. Jadi wajar jika ada sebaran batu-batu tertentu dengan bentuk
besar dan ganjil. Namun dari sekian temuan batu-batu tersebut tidak ada
tanda-tanda bahwa batuan tersebut hasil buatan, pahatan halus tangan
manusia. Semuanya alami karena bentukan alam.
Dengan
demikian saya simpulkan dari hasil perbandingan yang telah saya
sampaikan bahwa apa yang disebut masyarakat Watu Tumpeng dan diasumsikan
oleh Ravie Ananda sebagai Menhir, tidak atau belum terbukti.
Bahkan
saat saya turut bersama rombongan Tim Pawiyatan Kebumen yang juga
anggota Dewan Kesenian Daerah beberapa hari lalu berusaha membuktikan
dan melihat secara langsung apa yang dinamakan Watu Tumpeng yang
dianggap Menhir namun saya tidak melihat tanda-tanda signifikan yang
membuktikan asumsi tersebut. Melalui jalanan yang dipenuhi semak-semak
dan melewati tegalan-tegalan warga, sampailah saya dan beberapa teman ke
lokasi tersebut dan berusaha mengindentifikasi serta melakukan
pemotretan. Tidak ada yang menarik dan khas dari keberadaan batuan
tersebut.
Satu-satunya
yang menarik perhatian adalah batu tegak berdiri namun bukan Menhir.
Nampaknya itu adalah batuan hasil cor-coran yang sudah berusia tua dan
berfungsi sebagai semacam penanda kilometer dan tertulis dalam huruf dan
angka latin Q 281 (Ravie Ananda menuliskan 0281). Dan itu bukan tulisan
kuno dan saya serta teman-teman lainnya tidak menemukan apa yang oleh
Ravie disebut sebagai “tulisan kuno”. Saya belum punya opini kuat
mengenai kode angka latin tersebut. Saya baru memiliki dugaan sementara
bahwa itu semacam batas wilayah yang disematkan di zaman Kolonial atau
sesudahnya oleh pemerintahan setempat.
Tanpa
bermaksud mengecilkan berbagai upaya Sdr. Ravie Ananda untuk
mengumpulkan data-data kesejarahan Kebumen baik deskripsi peristiwa,
inventarisasi situs-situs penting, wawancara dengan generasi tua, namun
catatan kecil bagi Sdr. Ravie Ananda untuk lebih seksama dan
berhati-hati dalam membuat kesimpulan agar tidak menimbulkan bias
pemahaman. Tentunya sejumlah referensi dan literatur harus senantiasa
dilibatkan dalam berbagai analisis dan kajian kesejarahan sebagai
penguat teori.
END NOTES
[1] Ravie Ananda, Situs Megalitikum Menhir Watu Tumpeng, Tanggul Asih, Dusun Tungku, Desa Sadang Wetan, Sadang – Kebumen
http://kebumen2013.com/situs-megalitikum-menhir-watu-tumpeng-tanggul-asih-dusun-tungku-desa-sadang-wetan-sadang-kebumen/
[2] Ibid.,
[3] Prasejarah
http://id.wikipedia.org/wiki/Prasejarah
[4] Astrid Dwi Cahyaningtyas, Periodisasi Perkembangan Budaya Masyarakat Awal Indonesia
http://utahaha.blog.stisitelkom.ac.id/
[5] Batu Pocong Zaman Megalitikum Ditemukan di Purbalingga
http://kotaperwira.com/batu-pocong-zaman-megalitikum-ditemukan-di-purbalingga
[6] Tujuh Menhir Pra-Sejarah Ditemukan Lagi di Purbalingga
http://www.republika.co.id/berita/shortlink/75009
[7] Situs Purbakala di Purbalingga
http://chocoronotomo.blogspot.com/2012/07/situs-purbakala-di-purbalingga.html
[8] Maek, Nagari Seribu Menhir Tertua di Minangkabau
http://www.allaboutminangkabau.com/2011/12/maek-nagari-seribu-menhir-tertua-di.html
[9] Situs Gunung Padang
http://id.wikipedia.org/wiki/Situs_Gunung_Padang
[10] Peneliti Gunung Padang Temukan Menhir
http://kekunaan.blogspot.com/2012/06/peneliti-gunung-padang-temukan-menhir.html
0 Response to "BENARKAH WATU TUMPENG SEBUAH MENHIR?"
Posting Komentar
follow my twitter @akhmadraauf
yang punya blog wajib comen langsung comen back
yang follow blogku langsung di comen back
comen disini bebas