BANDUNG - Observatorium Boscha
 di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jabar, resmi mengoperasikan 
teropong matahari, Sabtu (31/10). Teropong yang dibuat mandiri oleh 
Institut Teknologi Bandung ini dikhususkan untuk penelitian matahari, 
khususnya bagian korona.
Teropong matahari ini terdiri dari tiga jenis teleskop heliostat yang beroperasi sekaligus secara three in one. Yaitu, visual white light
 yang dilengkapi filter berkekuatan 10.000 kali, hidrogen alfa, dan 
kalsium. Ketiga jenis teleskop ini memiliki fungsi yang berbeda-beda. 
Teleskop hidrogen alfa misalnya, sangat baik untuk melihat ledakan 
matahari di lapisan korona. Sementara, teleskop berfilter kascium sangat
 idel untuk meneliti permukaan matahari dan mengamati aktivitas bintik 
matahari (sunspot).
"Teleskop 
yang kalsium adalah yang pertama di Indonesia. Lapan memang memiliki 
yang alfa, tetapi katanya kurang maksimal karena sedang bermasalah. 
Dengan teleskop ini, kita bisa mengamati ledakan matahari dengan sangat 
baik," tutur Dhani Herdiwijaya dari Astronomi ITB.
Clara Yatini
 dari Bidang Matahari dan Antariksa Lapan membenarkan, keberadaan 
teropong matahari di ITB diharapkan bisa menopang riset mengenai 
aktivitas matahari secara lebih baik lagi. Lapan sebetulnya sudah 
memiliki teropong matahari khusus yang ada di stasiun Tanjungsari, 
Sumedang, dan Watukosek, Gresik, namun teropong yang ada belum maksimal.
 "Selama ini, kami lebih sering masih menggunakan yang jenis black and white," katanya.
Kepala 
Observatorium Boscha Taufik Hidayat menuturkan, fasilitas teropong 
matahari yang dilengkapi dengan rumah teropong ini bisa digunakan lintas
 lembaga, tidak hanya ITB. "Fasilitas ini dapat digunakan untuk guru, 
siswa, masyarakat umum yang haus dengan ilmu pengetahuan," tuturnya.
Berbeda dengan delapan teropong lainnya yang ada di Boscha, teropong ini dioperasikan secara real time
 (terus menerus). Data dan citra hasil pemantauan ditayangkan di layar 
monitor Worlwide Telescope hasil sumbangan Microsoft serta di proyektor 
yang bisa dilihat langsung oleh pengunjung. "Data di-upload di situs ITB. Jadi, setiap orang bisa mendapat data ini di mana saja," ujarnya.
Selain lensa
 coronado yang dibeli dari luar, baik perangkat teknis maupun sistem 
operasinya dikembangkan secara mandiri oleh tim dari ITB. Biaya 
pembangunan rumah teropong maupun teropongnya sendiri mencapai Rp 600 
juta. Dana diperoleh dari beberapa sumber, yaitu Pemerintah Belanda, 
Kementrian Ristek dan Departemen Pendidikan Nasional.

0 Response to "Boscha Resmikan Teropong Matahari"
Posting Komentar
follow my twitter @akhmadraauf
yang punya blog wajib comen langsung comen back
yang follow blogku langsung di comen back
comen disini bebas